Sebenarnya pemilihan antara toilet duduk atau jongkok tergantung selera dan kebiasaan. Ini semua berpulang pada budaya masing-masing. Walau kenyataannya, toilet duduk diperkenalkan kepada rakyat Asia (apalagi Indonesia) sebagai peradaban moderen yang mengacu pada pola pikir barat. Masyarakat kita sendiri sejak dulu lebih akrab dengan model "buang hajat" sambil jongkok.
Belakangan, semakin menjamurnya toilet duduk maka pola hidup masyarakat, khususnya kaum urban pun berubah. Mulai rumah tinggal hingga perkantoran, serta tempat-tempat umum banyak menggunakan toilet duduk. Kecuali mungkin toilet umum di terminal kecil yang masih bertahan dengan toilet jongkok. Mengapa? Alasan paling jelas, masalah harga dan perawatan. Lebih murah membuat instalasi toilet jongkok.
Apakah hanya karena lebih murah?
Dalam sebuah penelitian yang diterbitkan dalam journal Digestive Diseases and Sciences, Dr. Dov Sikirov memaparkan posisi duduk atau jongkok saat buang air besar berpengaruh banyak pada kenyamanan di kamar mandi.
Ia menginstruksikan sejumlah responden untuk mencoba buang air besar dengan tiga posisi berbeda. Ada yang buang air besar di toilet duduk setinggi 16 inci, duduk di toilet setinggi 12 inci, dan jongkok di atas wadah plastik. Setiap responden juga diminta mencatat waktu mereka buang air besar dan diukur apa kesulitannya dalam empat titik skala.
Hasil studi menunjukkan, saat posisi seseorang jongkok, ia membutuhkan 51 detik untuk memindahkan perutnya. Sedangkan saat posisi duduk di toilet lebih tinggi, orang membutuhkan 130 detik untuk memindahkan perut. Selain itu, orang yang buang air besar dengan jongkok merasa lebih nyaman dan lebih mudah.
Studi lainnya dilakukan oleh para peneliti Jepang. Mereka meneliti cairan yang dilepaskan dari dubur baik dalam posisi duduk atau jongkok. Dari rekaman video sinar x terungkap, sudut anorektal yang terbentuk mulai dari dalam anus naik dari 100 menjadi 126 derajat ketika responden pindah posisi dari duduk ke jongkok. Peneliti mengamati kemungkinan terjadinya pengurangan keinginan mengejan saat jongkok.
Mengejan saat buang air besar erat kaitannya dengan terjadinya wasir. Wasir terjadi ketika pembuluh darah di bagian dubur bengkak, sementara tekanan saat mengejan akan menyebabkan pembuluh darah semakin membesar.
Wasir bisa disebabkan mengejan saat buang air besar, sembelit, duduk dalam waktu lama, infeksi dubur, atau penyakit seperti sirosis hati. Penyakit ini bisa terjadi secara internal maupun ekternal. Gejalanya seperti gatal-gatal pada dubur, rasa sakit dan nyeri seputar dubur, terdapat darah merah pada tinja, nyeri saat buang air besar serta muncul benjolan keras di sekitar dubur.
Jadi, berdasarkan sejumlah kajian penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa menggunakan kloset jongkok relatif lebih menguntungkan dari sisi kesehatan karena dapat memudahkan proses pembuangan.
Bentuk toilet jongkok juga sebenarnya lebih sehat. Penulis Ayu Utami pernah mengangkat hal ini di sebuah media beberapa bulan lalu. Toilet jongkok mempunyai leher angsa di lubang pembuangannya (lubang berbentuk melengkung ke kanan lalu ke kiri semakin dalam). Hal ini secara tak langsung menghalangi mikroba dan bakteri yang keluar dari tinja karena bentuk "leher angsa" tadi.
Agak mengherankan. Ayu Utami, penulis yang lebih sering berkutat di dunia sastra bercerita soal ini. Setidaknya ia mengingatkan soal terjadinya perang ideologi barat dan timur juga menyasar ke masalah buang hajat. Semua hal yang berbau modern baik untuk ditelaah, tapi bukan berarti disetujui membabi-buta. Belum tentu yang tradisional dan "ketinggalan jaman" tidak lebih baik.
Bagaimanapun semua berpulang pada kita masing-masing. Lebih nyaman toilet duduk atau jongkok, tinggal pilih.
Sumber
Tahukah Kamu?
Beruang dewasa dapat lari secepat kuda
Geen opmerkings nie:
Plaas 'n opmerking